80% Lingkungan sangat mempengaruhi kita dan 60% pengalaman sangat membantu kita. Itu artinya kita harus melakukan tindakan yang nyata atau praktek untuk meningkatkan kemampuan kita. Dan bila belum terbiasa, maka lakukan 40 hari berturut-turut. Awal merupakan sulit. Namun kita bisa karena terbiasa... Ganbatte! Luruskan orientasimu! Saling mengingatlah sesama teman Satukan mimpi kita! Yosh!
Judul yang lucu ya?
Kesannya Tuhan itu plin plan. Padahal kita tahu sendiri kalau kiamat itu urusan Tuhan. Segala hal yang ada di dunia ini sudah diperhitungkan-Nya. Seperti jarak orbit satu planet ke planet lainnya yang tidak pernah berbenturan sampai sekarang. Apakah kalian terpikirkan hal itu?
Tuhan itu tidak lalai terhadap apa yang Dia kerjakan. Dia Maha Teliti. Tuhan juga tidak pernah plin plan. Kun Fayakun!
Apakah terpikir oleh kalian bila Tuhan saja plin plan, bagaimana dengan umat-Nya???
Tuhan itu Maha Mengetahui. Dia mengetahui apa yang ia ketahui namun tidak diketahui manusia. Namun Tuhan selalu ada untuk kita. Tidaklah baik bila kita mengada-ada tentang hari kiamat. Tapi kita harus mempercayai akan adanya hari akhir itu. kapan waktunya, itu rahasia Tuhan. Tidaklah baik bila kita asal percaya pada sesuatu yang tidak jelas kebenaran seperti kiamat. Kita itu punya pegangan dan pedoman, maka pegang itu!
Kemarin aku sempat ber-sms dengan salah satu anggota organisasi pecinta Indonesia (namanya rahasia ya...). Aku sengaja bertanya banyak padanya tentang organisasi yang ia jalankan. Organisasi pecinta Indonesia ini sungguh menarik dan benar-benar memajukan bangsa Indonesia. Namun, satu kendalaku. Aku tidak bisa berlama-lama dengan anak kecil. Ya, jujur aku dulu tidak suka anak kecil. Dan sekarang rasa tidak suka itu berkurang sejak aku bergaubung di organisasi Rohis yang penuh cinta. Mengapa harus anak kecil yang ku bicarakan?Ya, aku lupa. Karena sessungguhnya anak adalah aset bangsa ini. Tidak hanya pemuda dan pemudi, tapi yang lebih penting adalah seorang anak. Bila dari kecil dididik, pasti kelak anak itu akan membanggakan negeri ini. Itulah kendalaku. Makanya kemarin aku bertanya pada pengurus organisasi itu, apakah masuk organisasi itu harus suka anak kecil?Bodohnya aku, aku malah jujur tentang perasaan ku pada anak kecil. Ku rasa menyukai anak kecil bukanlah salah satu syaratnya. Tapi, tetap saja, anak adalah aset suatu bangsa dan negeri untuk menjadi maju. Namun dia baru membalas sms ku saat ku sms baru saja. Katanya, sudah hak masing-masing orang untuk suka atau tidak suka pada sesuatu. Aku sedikit kecewa pada diri sendiri. Aku perempuan. Pakaian akhwat. Tapi sama anak kecil takut. Takut di sini bukan karena takut apa, tapi takut aku kehilangan kesabaran. Aku benar-benar kecewa dengan diri sendiri. Sudah begitu, aku tomboy pula. Semua orang tidak akan pernah menyangka kalau ini adalah tomboy. Aku juga bingung dengan pakaianku. Padahal tujuanku berpakaian akhwat adalah aku ingin menjadi akhwat dan menjadi lebih baik. Entahlah, aku jadi ketergantungan bergaul dengan orang-orang saleh, jadi saat aku jauh dari mereka selepas lulus SMA, aku kembali menjadi tomboy.
Sejak ber-sms dengan anggota organisasi pecinta Indonesia itu, aku benar-benar menyesali. Aku perempuan. Ya, AKU PEREMPUAN!!! Sudah sewajarnya perempuan menyukai anak kecil. Apalagi aku sangat mencintai negeri ini. Bagaimana aku bisa mengekspresikan rasa cinta pada negeri ini, sementara pada asetnya saja aku sudah enggan mendekati atau didekati. Astaghfirullahalazdiim...!!!!
Memalukan!
Sangat memalukan. Seorang prancis, membuatkan sumur untuk warga Sumba dengan kantong pribadinya sendiri! Sungguh tamparan sangat parah!
Sebagai orang Indonesia, saya malu. Saya sempat menayalahi pemerintah karena mereka tidak peduli tapi orang asing sangat peduli. Namun, mengapa harus pemerintah?Percuma!Karena ini juga kesalahan kita sebagai saudara setanah airnya!
Rasanya saya benar-benar malu. Seorang yang bernama Andre, membuatkan sumur karena warga sekitar sedang krisis air. Nah, kita???
Mengapa orang lain begitu mencintai kita, sementara kita tidak menghargai dan mencintai diri kita sendiri???
Diklaim, baru ngamuk. Tapi kalau sudah punya sendiri, tidak dilirik. Apa itu namanya???!!!
Coba saja kalian baca ini. Tapi kalau kalian sudah tahu, baguslah. Berarti sudah seharusnya kita sebagai bangsa Indonesia sadar, karena kebaikan Andre sungguh selain membuat kita kagum, juga membuat kita malu karena kita yang masih satu tanah air dengan warga sumba, tidak melakukan apa-apa pada warga sekitar...
Bule Prancis jadi Tukang Gali Sumur di P.Sumba. Temukan Kedamaian & Kebahagiaan
Andre Graff berada di dalam salah satu sumur buatannya. Ia telah membantu warga Sumba mendapatkan air bersih.
Dari Balon Udara ke Sumur Sumba
24. October 2012, 11:58:41 SGT
Selama
lebih dari 20 tahun, Andre Graff menghabiskan waktunya di langit
pelbagai negara dengan menggunakan balon udara. Namun kini, kehidupannya
berbalik. Dalam upaya mendapatkan air di Pulau Sumba, Andre menggali
tanah sampai dalam. Selama delapan tahun terakhir, lelaki Perancis
berusia 55 tahun ini wira-wiri di salah satu provinsi termiskin di
Nusantara. Di beberapa wilayah Sumba yang padat penduduk, warga harus
berjalan sejauh satu kilometer untuk mencari sumber air bersih. Di
tempat-tempat seperti inilah Andre menggali sumur. Ia pun mesti mencari
cara memompa serta mengalirkan air yang baru temukannya ke desa-desa
terdekat.
Potret kehidupan Andre di Sumba kerap dilakukan
beberapa pelancong berjiwa petualang yang datang ke negara-negara
berkembang seperti Indonesia dan tergerak hatinya untuk membantu. Upaya
mereka membuka kenyataan bahwa pembangunan masih tidak merata.
Kemakmuran seperti yang biasa dilihat kaum ekspatriat di Bali dan
Jakarta tidak sampai ke pelosok. Andre hidup sendirian di dekat desa
Waru Wora di sebuah rumah sederhana terbuat dari bambu beratapkan
jerami. Di rumah dua lantai itu, laptop, telepon seluler, dan listrik
PLN yang baru terpasang tahun ini, adalah sebuah kemewahan. Andre
bekerja sendirian. Upayanya tidak terhubung dengan organisasi atau
perusahaan tertentu. Hidupnya bersandar pada uang sewa rumah miliknya di
Perancis.
Warga setempat telah menganggap Andre bagian dari
mereka. Dan seperti penduduk Sumba lain, ia sering dijangkiti malaria.
“Awalnya saya tak berniat datang dan tinggal di sini,” ujarnya kepada
Wall Street Journal lewat telepon. “Namun, dalam perjalanan hidup, saya
sering bertemu orang yang mengharuskan saya memilih. Saya belajar lebih
banyak dari pengalaman hidup delapan tahun di Sumba dibandingkan 47
tahun hidup saya di Eropa.” Problem air bersih di Sumba mencerminkan
masalah yang mendera Indonesia secara umum. Kondisi alam Nusantara yang
dipisahkan oleh perairan membuat wilayah terpencil sulit merasakan
manfaat pembangunan. Desentralisasi kekuasaan yang marak dipraktikkan
pasca kejatuhan Suharto memungkinkan pemerintah daerah memiliki kendali
lebih besar atas anggaran. Namun, ketimpangan sosial dan pendapatan di
tempat-tempat seperti Sumba dan Jawa kian meningkat karena banyak
penduduk memilih datang ke pusat-pusat bisnis ketimbang mengembangkan
pulau-pulau yang jauh.
Pemerintah marak mencanangkan program
pengentasan kemiskinan di Sumba. Selain itu, sejumlah LSM lokal sudah
sering mencoba membuat sumur dan penyimpanan air. Namun, program-program
itu tidak cukup untuk memenuhi kebutuhan tiap warga mendapatkan air
bersih. Andre menyebutkan puluhan penampung air yang kosong dan dibuang
sembarangan di banyak tempat sebagai bukti atas buruknya perencanaan.
Menurutnya beberapa pihak tidak memiliki kesabaran untuk merencanakan
program yang mampu bertahan dalam jangka panjang. Banyaknya penampung
air kosong yang berceceran dan terpanggang matahari di wilayah itu
menjadi bukti kegagalan sejumlah program itu.
Andre, datang dari
daerah hijau Alsace di sebelah timur laut Perancis. Tiba di Sumba pada
2004 saat kariernya sebagai pemilik bisnis balon udara harus terhenti
akibat penyakit Lyme. ”Tinggal di Perancis dan menikmati jaminan
kesehatan bukan yang saya inginkan,”katanya. Dengan niat menempuh
petualangan baru, ia lantas berlibur ke Bali dan mengambil paket
perjalanan ke Nusa Tenggara Timur selama tiga minggu dengan kapal laut.
“Saya jatuh cinta dengan daerah itu,” ujarnya. “Sedikit demi sedikit,
saya jadi tahu kesulitan yang dihadapi oleh orang-orang yang saya temui.
Khususnya kesulitan mendapatkan air bersih.”
Hampir setengah
dari rumah tangga di Nusa Tenggara Timur bersandar pada mata air sebagai
sumber utama air bersih – angka tertinggi di Indonesia. Untuk
mendapatkannya, mereka harus berjalan lebih dari satu kilometer jauhnya
ke sungai dan sumber mata air. Pada musim kemarau, aliran air berhenti
di beberapa tempat. Sementara itu, banyak kelompok masyarakat yang tak
memiliki dana serta kecakapan dalam membangun lebih banyak sumur. Tak
hanya masalah air, Sumba memiliki masalah lain seperti buruknya
pelayanan dan fasilitas kesehatan serta langkanya aliran listrik. Banyak
diantara sekitar 600 ribu penduduk kerap dijangkiti malaria dan
tuberculosis.
Andre kembali ke Sumba setahun setelah
perjalanannya yang pertama. Di Waru Wora, ia belajar cara membuat sumur
sederhana namun kua. Pengetahuan yang ia miliki tentang agronomi dan
meteorologi ia manfaatkan untuk mempelajari hal-ihwal air tanah di
Sumba. Ia menggali lusinan sumur yang rata-rata membutuhkan biaya antara
Rp7 juta hingga Rp15 juta dengan sokongan koperasi yang ia bentuk.
Proyek itu menggunakan dana gabungan dari uangnya sendiri, sumbangan
yang dikumpulkan di Perancis, dan sokongan pemerintah setempat. Butuh
waktu sekitar dua minggu hingga dua bulan untuk membangun sumur. Uang
dan lokasi sulit jadi masalah utama. Ia juga harus meminta izin dari
pemerintah untuk menjalankan proyek. Dalam bekerja, Andre menggunakan
alat-alat miliknya, yang dikumpulkan selama bertahun-tahun. Ia juga
membuat cor-coran sumur di rumahnya sendiri.
Pada 2011, ia
membangun pompa bertenaga surya untuk mengaliri air langsung ke
rumah-rumah milik sekitar 800 orang, prestasi yang menarik minat para
pejabat di daerah-daerah tetangga. “Usahanya berhasil,” kata Kornelis
Kodi Mete, Bupati Sumba Barat Daya. “Ia telah menjadi bagian masyarakat.
Mungkin terdengar aneh untuk orang Jakarta. Tapi dia punya pengaruh
positif di sini. Orang-orang menyambutnya ke mana pun ia pergi,”
Andre
mengaku bisa bekerja selama 18 jam pada musim kemarau, saat menggali
tanah terasa lebih mudah. Di sela-sela pekerjaan, ketika cuaca sedang
tidak menentu, ia mengisi waktu dengan mengirim email, bekerja di rumah,
dan bergaul. Ia ke Jakarta, Bali, atau Singapura beberapa kali dalam
setahun. Namun sudah bertahun-tahun ia tak pulang ke Perancis. Ia kuliah
di jurusan biologi di Université Louis-Pasteur, Alsace. Pada akhir
tahun 1970an, ia ambil bagian dalam gerakan “kembali ke bumi” dengan
berpindah-pindah dari satu pertanian ke pertanian lain di Eropa. Andre
kerap berpartisipasi dalam acara kemanusiaan. Dalam salah satu acara, ia
berhasil menjadi penerbang balon udara pertama yang mencapai Rumania.
Motivasinya
muncul ketika ia melihat hidup tetangganya bisa berubah jika dalam
seharian tak mendapatkan air. Ia lebih memilih menyebut dirinya
“penduduk Bumi” daripada warga Perancis. Ketika menyaksikan ada hidup
yang berubah, ia menamai kesenangan itu “pengalaman puitis.” Ia lebih
realistis ketika berbicara tentang usahanya di Sumba. “Kesempurnaan
bukanlah tujuan. Kita takkan pernah mendapatkan situasi ideal di mana
pun. Tak ada satu pun tempat di dunia yang bisa menyelesaikan problem
air bersih.” Andre tak punya rencana khusus untuk tinggal selamanya di
Sumba. Ia juga tak memiliki rencana untuk hengkang dari tempat itu.
Namun, menurutnya, ada cukup alasan untuk tetap beralamatkan hutan dalam
dua tahun ke depan. “Ketika muda, saya berpikir layaknya anak muda,
yakni memiliki karier,” ujarnya. “Kini, saya rasa lebih menyenangkan
jika membiarkan hidup berjalan apa adanya.”
Ada resep sederhana kalau anda ingin menjadi manusia yang damai,
dihargai orang dan bahagia. Yaitu, senantiasalah bersifat suka memberi.
Dan jadikanlah keberadaan anda dimana saja, senantiasa bermanfaatn
besar bagi orang lain. D.p.l. jadilah manusia yang paling bermanfaat
bagi makhluk lainnya di muka Bumi ini
Bebarapa hari yang lalu aku sempat membaca koran. Aku langsung tertarik dari judulnya. Tapi aku lupa judulnya. Yang jelas, intinya, PSY heran dengan orang Asia yang berlagak seperti orang Amerika. Aku sependapat dengan dia. Tentu kalian tahu kan PSY?Orang yang menemukan tarian Gangnam Style?
Ya. Aku salut dengan dia. Ia bilang kalau Ia heran dengan orang Asia yang seperti orang Amerika. Seakan-akan orang Asia itu tidak bengga dengan identitasnya sebagai orang Asia, termasuk Indonesia. Jangankan Amerika, semua budaya luar yang masuk ke sini, pasti langsung ditelan oleh kita, khususnya kalangan anak muda. Pantas saja, orang Jepang bisa meraih kesuksesannya. Kuncinya apa?karena Ia bangga menjadi diri sendiri dan mampu merangkul budayanya walau sudah dikenal dunia. Sementara kita?Bagaimana kita merangkul, sementara budaya luar saja kita dewa-dewakan. Aku hanya sinis dengan keadaan seperti ini.Untuk apa kita membanggakan milik orang lain, sementara kita memiliki yang lebih bagus dari mereka???
Aku benar-benar sependapat dengan PSY yang bangga sebagai orang Korea Selatan. Justru orang mampu menunjukkan siapa dirinya lah yang bisa membawa dirinya ke gerbang pintu kesuksesan. Mungkin saya pernah mengatakan ini sebelumnya,'Boleh kita menyukai budaya lain atau negara lain, tapi tetap, tanah air adalah nomor satu!'
Jadi, untuk apa jadi orang lain?Jadilah diri sendiri!
Aku terharu mendengar ucapan Ryosuke. Sejujurnya, kalau mengingat masa lalu antara Jepang dan Indonesia, aku masih sakit hati. Tapi setelah membaca sebuah pernyataan darinya, aku benar-benar terharu. Berikut ungkapan-ungkapannya:
Tahun ini, aku berumur 18 tahun. 18 tahun adalah usia kau akan diikutsertakan jika ada perang diluar sana.
Berbicara tentang perang, tahun ini adalah tahun ke-66 sejak
berakhirnya perang dunia kedua. Aku sangat bersyukur lahir di era heise
i, disaat tidak ada perang lagi.
Kami ingin kita dan semua orang menjaga kedamaian. Demi menyampaikan
pesan ini, kami berdiri di panggung ini. Mulai dari sekarang, Aku ingin
membuat semua orang tersenyum.
Setelah membaca ini, aku berharap hubungan Indonesia dan Jepang akan terus baik-baik saja, bersahabat sampai kapan pun. Saling Membantu secara simbiosis mutualisme.Tidak hanya dengan Jepang, tapi juga Indonesia bisa bersahabat dan menjaga perdamaian dengan negara lain tanpa ada peperangan lagi...semoga...
Namun tentang bagaimana ujung kehidupan ini, hanya Allah Yang Maha Mengetahui...
Bagi yang mengerti maksudku, tentulah kita tahu pasti setiap permulaan pasti akan ada sebuah akhir...Akhir yang Akbar...
Tapi rasanya tidak nyambung saya maksukkan hal itu ke dalam postingan ini. Karena jelas, temanya adalah perdamaian...terutama antara Indonesia dan Jepang...Hehehe...